Sabtu, 31 Oktober 2015

5. Profesi Kependidikan (LPTK dan Non LPTK)

LPTK dan Non LPTK
By: Fitri Ayu Nurjannatin
Profesi Kependidikan (Tugas 5)

Aspek penting yang mengemukan pada program Pendidikan Guru Prajabatan adalah pemberian peluang yang sama bagi lulusan S-1Kependidikan dan S-1/D-IV non Kependidikan untuk menjadi guru. Pada tahun 1980-an LPTK kurang menguasai konten kependidikan serta mengelolah calon guru belum mengenal profesi kependidikan. Bertolak dari kenyataan ini, perlu dikembangkan langkah-langkah atau strategi antisipatif untuk menghadapi ancaman serta tantangan tersebut. Meminjam gagasan Darwin (2007), maka strategi yang harus dikembangkan agar seseorang dan atau lembaga bisa survival dalam seleksi alam guna memasuki arena profesi guru adalah melalui adaptasi. Adaptasi bisa berlangsung pada tataran individu. Adaptasi dimaksud bukan adaptasi fisikal melainkan adaptasi sosiobudaya, yakni seseorang menyesuaikan diri dengan ambang batas kesurvivalan yang digariskan oleh Program PPG Prajabatan.
Selain itu, pemerintah berencana menyelenggarakan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan untuk memberi akses yang sama, baik bagi luaran S-1 kependidikan dan S-1/D-IV non kependidikan.Secara sepintas,kebijakan ini tidak ada masalah karena memiliki landasan filosofis, yuridis, historis, dan konseptual.Namun, dari perspektif pedagogi kritis ada ideologi tersembunyi di balik PPG Prajabatan, yakni darwinisme sosial.Perspektif darwinisme sosial bukan saja memperluas ruang kompetisi dalam mereproduksi guru, akan tetapi sekaligus mempersempit peluang bagi calon keluaran S-1 kependidikan. Untuk menghadapi tantangan ini diperlukan strategi adaptasi sosial budaya berupa peningkatan kreativitas dan inovasi calon guru, peningkatan manajemen pengelolaan lembaga, dan pengembangan kurikulum yang multy entry dan multy exit.
Seorang pendidik profesioanal tidak cukup hanya memiliki ijazah, tetapi harus disertai dengan sertifikat pendidik.  Penanda ini didapat melalui praktik sosial kependidikan, yaitu sertifikasi guru dalam jabatan.Bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dapat mengikuti sertifikasi melalui:
 (1) Pemberian Sertifikat Pendidik Secara Langsung (PSPL),
 (2) Portofolio(PF). Dalam hal ini guru mempunyai prestasi dengan terlampir bukti persyaratan bahwa guru tersebut mempunyai prestasi dan dikumpulkan dan dijadikan fortofolio.
 (3)Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), kegiatan yang dialkukan dalam kegiatan ini seperti halnya kegiatan workshop, dan jenis pelatihan dan kegiatan- kegiatan lain yang bersifat praktek.
 (4) Pendidikan Profesi Guru (PPG). LPTK dan Non LPTK melalu prajabatan selama 1 tahun.
Selain itu, pemerintah berencana pula menyelenggarakan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 3). Program ini berintikan pada praktik sosial pendidikan, yakni:
pertama, pra menjadi guru, keluaran pendidikan tinggi terlebih dahulu diberikan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Selanjutnya, jika keluaran pendidikan tinggi yang telah mengikuti PPG Prajabatan diangkat menjadi guru, maka yang bersangkutan secara otomatis telah memenuhi persyaratan sebagai pendidik profesional sehingga sertifikasi guru dalam jabatan secara otomatis tidak diperlukan lagi.
Kedua, Pendidikan Profesi Guru Prajabatan tidak saja bisa diikuti oleh Sarjana S-1 Kependidikan, tetapi juga S-1/D-IV non kependidikan.
Walaupun bisa diikuti oleh Sarjana S-1/DIV non kependidikan, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
1.      penerimaan calon peserta harus disesuaikan dengan permintaan nyata di lapangan dengan menggunakan prinsip supplay and demandsehingga tidak ada lulusan yang tidak mendapatkan pekerjaan.Hal ini dapat mendorong calon yang baik memasuki PPG.
2.      mengutamakan kualitas calon peserta dengan menentukan batas kelulusan minimal menggunakan acuan patokan. Ini berarti bahwacalon peserta hanya akan diterima jika memenuhi persyaratan lulus minimaldan bukan berdasarkan alasan lain. Hanya calon terbaik dapat diterima.
3.      untuk memenuhi prinsip pertama dan kedua di atas, penerimaan mahasiswa (peserta) baru perlu bekerjasama dengan Dinas Pendidikan di daerah sebagai stakeholder. Kerjasama ini perlu dilakukan menyangkut jumlah calon, kualifikasi dan keahlian sesuai dengan mata pelajaran yang dibina dan benar-benar diperlukan.
4.      Agar mendapatkan calon yang berkualitas tinggi, maka proses penerimaan harus dilakukan secara fair, terbuka, dan bertanggung jawab.
5.      Rekrutmen dilakukan dengan:
1.       Seleksi administrasi yang meliputi ijazah relevan dengan mata pelajaran yang akan diajarkan dari program studi terakreditasi, transkrip nilai dengan indek prestasi kumulatif minimal 2,75, surat keterangan kesehatan, surat keterangan kelakuan baik; dan surat keterangan bebas napza;
2.      Seleksi penguasaan bidang studi melalui tes penguasaan bidang studi yang akan diajarkan;
3.      Tes Potensi Akademik (TPA);
4.       Tes penguasaan kemampuan bahasa Inggris (English for academic purposes);
5.      Penelusuran minat bakat melalui wawancara dan observasi kinerja disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan diajarkan; dan
6.       Tes kepribadian melalui wawancara/ inventory
 (Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 3)


Sumber :
Materi Perkuliahan Profesi Kependidikan oleh Dosen Drs. Jajang Suryana M,Sn.

Margi, Bawa Admadja. 2013. Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan Dalam Perspektif Darwinisme Sosial. (Online). (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104761&val=1324, diakses tanggal 21 Oktober 2013, pukul 20:23 WITA).

Sabtu, 17 Oktober 2015

4. Telaah Kurikulum (Sejarah kurikulum Seni Rupa)

Sejarah kurikulum Seni Rupa
By: Fitri Ayu Nurjannatin
Telaah Kurikulum ( Tugas 4)

Nama mata pelajaran Pendidikan Seni pun berubah menjadi mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk jenjang sekolah dasar, sedangkan untuk tingkat sekolah-sekolah menengah pertama dan atas, nama mata pelajaran ini disebut dengan Seni Budaya.
Dalam Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Dalam naskah yang sama disebutkan juga bahwa Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, bermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik. Kebermaknaan dan kebermanfaatan ini terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi  melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran inilah yang diyakini oleh para pakar pendidikan tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
Sejak perjalanan sejarah sejak tahun 1945 kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1075, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Bidang Kesenian atau seni budaya ada sejak  Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan. Pembelajaran menggambar dilakukan dengan meniru poster perjuangan.
Kurikulum 1952 Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistic (Pendidikan kesenian), keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah Kurikulum 1964 kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistic (Pendidikan kesenian), keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Untuk pendidikan kesenian terditi dari beberapa unsure seni yaitu : Seni Suara/ Musik, Seni Lukis / Rupa, Seni Tari, Seni Sasra / Drama.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9. Untuk kesenian pada masa ini termasuk pada Pengembangan Pengetahuan Dasar yaitu Pendidikan Kesenian. Mata Pelajaran dalam Kurikulum tahun 1975 terdiri dari  9 mata pelajaran, salah satunya adalah Kesenian yang terdiri dari beberapa unsur  yaitu Seni Musik, Seni Rupa, dan Seni Tari. Sedangkan seni Sastra dimasukkan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kurikulum tahun 1984 hanya terdiri dari pendidikan kesenian, sedangkan kurikulum tahun 1994 sampai tahun

Jaickooo.  2013. Sejarah Perkembangan Mata Pelajaran Seni Budaya / Seni Rupa (Online). (
         , diakses pada tanggal 17 Oktober 2015, pukul 09:30).

Sabtu, 10 Oktober 2015

7. Pengembangan Peserta Didik (Menganalisis Gambar Anak)

Menganalisis Gambar Anak
By : Fitri Ayu Nurjannatin
Pengembangan Peserta Didik (Tugas 7)

Telah diketahui pertemuan sebelumnya bahwa perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) dengan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang lebih teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil pematangan. Adapun perkembangan adalah proses perubahan kualitati yang mengacu pada fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniah itu sendiri. Dengan kata lain penekanan arti perkemabngan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologi yang disandang oleh organ-organ fisik. Fungsi psikologi yang berkembang pada anak kini mempengaruhi system kerja motorik halus yang mengkoordinasi otot-otot halus untuk melakukan kegiatan menggambar, melipat, mewarnai, menggunting, dan membentuk.
Disini saya akan menganalisis beberapa gambar anak dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan pada setiap anak melalui gambar yang dibuat oleh anak tersebut.

Gambar 1
Karya : Yaqin, 5 Tahun, TK B2
Sumber : Dokumentasi Pribadi.

Gambar 1 merupakan karya dari Yaqin, umur 5 Tahun, kelas B2, di TK Aisyiah, Desa Perante, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Nama panggilannya adalah Yaqin, dia adalah seorang anak yang menurut dirinya sendiri dan tetangganya adalah anak yang mempunyai kegemaran dalah hal menggambar maupun mewarnai. Untuk mengetahui kegemarannya dalam menggambar, Saya mengajak dan mengikutsertakan dia menggambar bersama dengan teman-temannya. Dia adalalah anak perempuan yang sifatnya pendiam diantara temannya-temannya. Dalam hal membaca dia cukup kurang memahami bacaan,tetapi dia sudah mengenal huruf mengenal  dia hanya bisa mengenal tulisan  nama identitas dirinya saja., intinya anak tersebut masih dalam proses belajar membaca.
Dari hasil gambar yang di buat oleh anak berumur 5 tahun ini. bentuk visual yang dibuat lepas dari perspektif dan bentuk realitasnya. Cara dia membuat sebuah objek berasal dari kumpulan-kumpulan bentuk geometris yang  memberi kesan bentuk yang hampir menyerupai bentuk sebenarnya. Gambar yang pertama kali Yaqin buat ialah rumah, Rumah adalah tempat tidur  baginya. Gambar rumah yang dibuat berasal dari gabungan bentuk geometris, segi tiga, segi empat, segi panjang dan belah ketupat, halaman dibuat dengan batasan garis lurus. Beberapa bunga dan tanaman yang di buat.
Yaqin juga mengvisualkan rumput dari gabungan bentuk geometris lingkaran dan segitiga. Visual Bunga dengan bentuk geometris dari lingkaran dan setengah lingkaran, bahkan dengan gari-garis cekung, lurus untuk membuat tangkai pada bunga, pot bunga yang dibuat segiempat. beberapa Objek matahari dengan membuat lingkaran terlebih dahulu, kemudian dikelilingi bentuk segitiga dan garis-garis bebas. Begitu pula bentuk visual awan yang dibuat dari betuk geometris setengah lingkaran.
Dari bentuk-bentuk visual yang di gambarkan oleh Yaqin menggambarkan bahwa bentuk yang dibuat untuk membentuk sebuah objek adalah  kumpulan atau gabungan dari bentuk geometris.Sebagaimana beberapa ahli mengatakan bahwa anak berusia 4-7 tahun adalah  Masa Prabagan, dimana masa prabagan mempunyai Ciri-ciri yang menarik yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi  tangan  lebih  berkembang.
Paduan warna yang dibuat menurut saya sangat kreatif, Yaqin memadukan banyak warna untuk mewarnai bentuk objek, Warna pada objek hampir sesuai dengan warna objek sesungguhnya.menurut para ahli Viktor  Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam:  Creative  and  Mental  Growth adalah,  Pada usia 5 tahun memasuki masa prabagan, Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang disenanginya. Dilihat dari ini perkembangan warna pada gambar Yaqin sudah tampak pengaruh orang dewasa. Walaupun pewarnaan dipengaruhi orang dewasa, Yaqin menggambar dan mewarnai sesuaidengan motorik pergerakan tangan, mata dan pemikiran sendiri.
Komposisi atau penempatan objek pada gambar yang dibuat yakin sesuai dengan keinginanya, tanpa mengetahui penempatan objek sebenarnya. Gambar matahari yang di gambar Yakin ada delapan buah matahari. Menurut Yaqin dengan delapan matahari itu menurutnya adalah suasana hari ini panas. Menempatkan bunga dan vas bunga dengan keadaan melayang.

Gambar 2
Karya : Haikal, 9 Tahun, Kelas 4, SDN 1 Perante.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.

             Gambar 2 merupakan karya dari Haikal, 9 Tahun, Kelas 4, SDN 1 Perante, Desa Perante, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Pada Usia 9 tahun, seni rupa anak menurut  Viktor  Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam:  Creative  and  Mental  Growth memasuki masa akhir bagan dan masa awal realisme.  Dianalisis dari bentuk gambar Haikal, ia menggambar bentuk orang dan hewan. Bentuk gambar yang dibuat sudah jelas. Gambar yang dibuat sudah jelas dan mengandung sebuah cerita, yang bercerita tentang dirinya yang sedang menyembelih seekor hewan. Gambar bentuk yang dibuat sesuai dengan objek apa yang Haikal lihat, termasuk penggambaran pada orang, hewan, pisau dan seseorang yang sedang berinteraksi dengan orang lain.
Haikal sudah pemperhatikan bentuk proporsi dan perspektif objek yang dibuatnya. Penggambaran objek yang dibuat sudah mulai terbaca, seperti halnya raut wajah pada objek orang dan hewan yang dibuat, menggambarkan berbagai macam ekspresi wajah.
             Komposisi dan penempatan gambar pada sebuah bidang sudah menguasai. Karena gambar yang dibuat adalah cerita, maka Haikal membagi bidang gambar menjadi empat bagian seperti cerpen, dan gambar yang dibuat sesuai dengan urutan  cerita dan adegan pada tiap kolom bidang. Meskipun bila diamati dengan cermat masih banyak ditemukan bagian-bagian gambar yang tidak mirip dengan obyek aslinya.

Gambar 3
Karya : Fathor Rahman, 16 Tahun, Kelas 2, SMA 1 Asembangus.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.

Gambar 3 merupakan karya dari Fathor Rahman, 18 Tahun, Kelas 2, SMA 1 Asembangus, Desa Awar-awar, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Profinsi Jawa Timur. Pada Usia 16 tahun, seni rupa anak menurut  Viktor  Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam:  Creative  and  Mental  Growth memasuki masa Masa Penentuan. Bentuk gambar yang dibuat oleh Fathor Rahman mirip dengan gambar aslinya, bahkan tidak dikatakan mirip lagi, dia mampu menstilirkan bentuk ikan yang yang dibuatnya dengan menambahkan bentuk motif pada ikan
Gambar yang dibuat dengan serius, proporsi, komposisi, gelap terang pada suatu objek telah diperhatikan. Ia mengatakan bahwa dia menyukai seni, dan beberapa gambar yang dibuat bisa dikatakan telah menyerupai bentuk aslinya, walaupun dengan goresan sketch pensil dan bolpoin saja. Dalam sehari dan waktu yang singkat dia mampu menyelesaikan 3 gambar sekaligus.

Kesimpulan
Dengan usia Yakin 5 tahun, dalam masa menggambarkan termasuk masa prabagan. Menggunakan bentuk-bentuk  dasar  geometris  untuk  memberi  kesan  objek  dari  dunia  sekitarnya. Penempatan  dan  ukuran  objek  bersifat  subjektif,  didasarkan  kepada kepentingannya Koordinasi  tangan  lebih  berkembang. Gambar ini dibuat oleh Yaqin dengan motorik tangan dan  pikirannya sendiri, tanpa ikut campur oleh orang dewasa, tetapi pada saat mewarnai bawaan dari orang dewasa masih melekat padanya dan di tuangkan dalam gambar tersebut, begitupula dengan berbagai macam bentuk tangkai  bunga yang digambarkannya, ada yang segar, setengah layu dan layu
Haikal dengan usia 9 tahun, dalam masa menggambarkan termasuk masa akhir bagan dan masa awal realisme. Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Kenyataan di atas diperkuat oleh pandangan Max Verworm (Zulkifli, 2002: 45) bahwa anak menggambar benda-benda menurut apa yang dilihatnya. Haikal menggambar sebuah gambar yang bercerita sesuai dengan apa yang ia lihat, dimana pada saat itu masa-masa penyembelihan hewan qurban.
Sedangkan Fathor Rahman yang berusia 16 tahun, pada usia ini ia termasuk masa penentuan, Gambar yang dibuat dengan serius, proporsi, komposisi, gelap terang pada suatu objek telah diperhatiakan dan ia telah menentukan bahwa ia menyukai seni dan senang dalam menggambar,

6. Pengembangan Peserta Didik (Mempresentasikan Gambar Karya Anak)

Mempresentasikan Gambar Karya Anak
By : Fitri Ayu Nurjannatin
Pengembangan Peserta Didik (Tugas 6)

Pada pertemuan kali ini untuk mata kuliah Pengembangan Peserta Didik oleh Drs Jajang Suryana, M.Sn, dilakukannya presentasi mengenai gambar anak-anak dengan memahami dan menganalisis karya anak secara langsung. Tidak sekaligus keseluruhan Mahasiswa Pendidikan Seni Rupa semester 7 untuk mempresentasikan analisis gambar anak yang didapatkan pada masing-masing mahasiswa. Kurang lebih 32 diantara mahasiswa 5 mahasiswa yang mempresentasikan karya anak  yaitu Nurul Iman, Neli Syamsiah, Rido Amriadi, Destiara Aulia Citra dan Herman Susanto dan mahasiswa lainnya mempresentasikan karya anak untuk pertemuan selanjutnya.
Contoh salah satu gambar yang dianalisis oleh Nurul Iman. Untuk kali ini dia mempresentasikan beberapa karya anak yang rentang usia 3, 4,7 dan 9 tahun. Salah satu contoh gambar karya anak berusia 4 tahun.


Gambar 1,  Doc. Nurul Iman
Seperti yang terlihat pada gambar anak usia 3 tahun. Pada gambar tersebut dapat kita analisis menurut teori yang dikemukakan oleh Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970). Terlihat bahwa gambar yang dihasilkan anak tidak beraturan. Goresan-goresan  yang  dibuat  anak  usia  2-3  tahun  belum  menggambarkan  suatu  bentuk  objek.  Pada  awalnya,  coretan  hanya  mengikuti  perkembangan  gerak motorik.  Biasanya,  tahap  pertama  hanya  mampu  menghasilkan  goresan  terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Dia menggambarkan manusia hanya dengan lingkaran yang diisi mata, 2 garis tangan serta 2 garis kaki, garis yang dibuat oleh anak yaitu garis vertical dan horisontal. Corengan anak telah terkendali mampu menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya  yaitu membuat orang. Meskipun pada awalnya anak tersebut bingung dan menanyakan ingin menggambar apa, namun setelah diarahkan dan diberikan contoh terlihat bahwa anak tersebut menyukai dan menikmati kegiatan menggambar.

Contoh salah satu gambar yang dianalisis oleh Rido Amriadi. Untuk kali ini dia mempresentasikan beberapa karya anak, salah satu  diantaranya:

Gambar 2, Doc. Rido Amriadi

Gambar anak berusia 4 tahun, pada masa ini Periodisasi  masa  perkembangan  seni rupa anak menurut  Viktor  Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam:  Creative  and  Mental  Growth tergolong masa akhir mencoreng dan masa awal prabagan. Gambar yang dibuat anak seusia ini telah terbukti Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.

Contoh salah satu gambar yang dianalisis oleh Neli Syamsiah. Untuk kali ini dia mempresentasikan beberapa karya anak, salah satu  diantaranya:

Gambar 3, Doc. Neli Syamsiyah

Gambar anak umur 5 Tahun, sebagaimana pada masa prabagan Dari hasil gambar yang di buat oleh anak berumur 5 tahun ini. bentuk visual yang dibuat lepas dari perspektif dan bentuk realitasnya. Cara dia membuat sebuah objek berasal dari kumpulan-kumpulan bentuk geometris yang  memberi kesan bentuk yang hampir menyerupai bentuk sebenarnya. Penempatan  dan  ukuran  objek  bersifat  subjektif,  didasarkan  kepada kepentingannya. Ini  dinamakan  dengan  “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasaan ruang belum dikuasai anak pada usia ini. gambar anak ini menggambar apa yang diinginkannya menggambar pelangi yang muncul dari awan pertama dan awan yang ke dua. Begitu pula dengan penempatan objek yang disusun dengan keinginan sendiri. Aspek warna, dia menggambar objek sesuai dengan warna yang dipilih olehnya membentuk sebuah objek dengan warna yang sama, namun kenyataannya objek sebenarnya tidak memiliki warna yang sama.
Itulah beberapa gambar anak yang dipresentasikan oleh beberapa Mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa semester 7 untuk mata kuliah Pengembangan Peserta Didik.


5. Pengembangan Peserta Didik (Periodisasi Masa Perkembangan Seni Rupa Anak Menurut Pendapat Beberapa Para Ahli)

Periodisasi  Masa  Perkembangan  Seni Rupa Anak
Menurut Pendapat Beberapa Para Ahli
By : Fitri Ayu Nurjannatin
Pengembangan Peserta Didik (Tugas5)

Beberapa pendapat para ahli tentang Periodisasi  masa  perkembangan  seni rupa anak adalah sebagai berikut:
1.      Sir Cyril Burt
·         Usia 2 tahun : goresan tak terarah dalam menggores dengan goresan lurus, membusur dengan arah sembarang seperti horisontal, vertikal atau diagonal.
·         Usia 3 tahun : goresan terarah dalam menggores yang berupa goresan melingkar atau spiral.
·         Usia 4 tahun : goresan intuitif yakni goresan dengan bentuk tertentu yang diperoleh secara kebetulan.
·         Usia 5 tahun : Goresan lokalisasi ialah goresan melingkar, vertikal, horisontal dan diagonal dibuat mengelompok pada salah satu bidang gambar, seperti bidang samping kiri, kanan, atas atau bawah.
·         Usia tahun : masa simbolisme deskriptif, seorang anak menamai gambarnya, meskipun tidak mirip dengan bentuk aslinya.
·         Usia 7-8 tahun merupakan masa realisme deskriptif. Pada usia ini anak merasakan adanya kenyataan nyata dari apa yang dilihat, tetapi belum mampu mengungkapkan dengan cara yang benar. Kenyataan itu ialah segala benda dan machluk hidup keberadaannya dalam ruang dan kedalaman.
·         Usia 9-10 tahun masa visual realisme, dimana anak mampu menggambar bentuk dan warna obyek cenderung mirip aslinya., meskipun bila diamati dengan cermat masih banyak ditemukan bagian-bagian gambar yang tidak mirip dengan obyek aslinya.
·         Usia 11 – 14 th. merupakan masa perwujudan dengan ciri-ciri umum dengan gambar yang dibuat jauh lebih mirip dengan obyek aslinya., meskipun dengan proporsi yang tidak tepat dengan obyek aslinya.
·         Usia 15 -17 adalah masa revival, yakni masa anak mencoba menggambar untuk menghidupkan kembali obyek yang pernah dilihatnya. Ciri umum ialah pengungkapan dimensi ruang dan kedalaman menjadi usaha serius, misalnya dengan memperhatikan terang gelapnya obyek jika ditimpa cahaya dari arah sudut tertentu. Cara lain dengan menggambar benda dengan metode perspektif paralel seperti metode isometri, dimetri atau kavalier. Beberapa anak bahkan mampu menggambar obyek dengan metode menggambar perspektif dengan satu titik lenyap, dua titik lenyap pada garis cakrawala.

2.      Viktor Lowenfeld & Lambert Brittain
·         Masa ekspresi diri ( usia 2 th- 4 th)
Pada masa ini hasil menggambar mirip bentuk corengan dari tahap menggambar menurut Cyril Burt.
·         Masa pra bagan ( usia 5 th – 7 th).
Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pda masa lokalisasi, simbolisme deskriptif, dan masa realisme deskriptif dari Cyril Burt.
·         Masa bagan ( usia 8 th- 9 th)
Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa realisme deskriptif dan visual realisme dari Cyril Burt.
·         Masa realisme ( usia 10 th- 12 th)
Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa realisme dan perwujudan dari Cyril Burt.
·         Masa naturalisme semu ( usia 13 th- 14 th).
Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa perwujudan dari Cyril Burt.
·         Masa penentuan ( usia 15 th – 17 th).
Hasil gambar merupakan campuran perkembangan gambar anak-anak pada masa revival dari Cyril Burt.
3.      Italo L, de Francesco
·         Tahap manipulatif ( usia 2th – 6 th)
Merupakan tahap menggunakan alat-gambar agar menjadi mahir. Hasil gambar berupa corengan dan simbol deskriptif berdasarkan perkembangan menggambar dari Cyrill Burt.
·         Masa pra simbolik dan simbolik( usia 7 th – 10 th).
Hasil gambar pada usia ini mirip dengan gambar anak masa realisme deskriptif (7 th- 8 th ), dan visual realisme ( 9 th- 10 th) dari Cyril Burt.
·         Masa awal realisme (usia 11 th – 13 th).
Hasil gambar mirip pola perwujudan menurut pendapat Cyril Burt
·         Masa realisme proyektif (usia 14 th- 15 th)
Hasil gambar merupakan campuran masa perwujudan dan revival dari Cyril Burt.
·         Masa realisme analistis ( usia 16 th- 17 th).
Hasil gambar mirip tahap menggambar masa revival dari Cyril Burt.

Periodisasi  masa  perkembangan  seni rupa anak menurut  Viktor  Lowenfeld dan Lambert Brittain dalam:  Creative  and  Mental  Growth adalah
1.      Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period) 2-4 tahun
Goresan-goresan  yang  dibuat  anak  usia  2-3  tahun  belum  menggambarkan  suatu  bentuk  objek.  Pada  awalnya,  coretan  hanya  mengikuti  perkembangan  gerak motorik.  Biasanya,  tahap  pertama  hanya  mampu  menghasilkan  goresan  terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal  ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik  anak  yang  masih  mengunakan  motorik  kasar.  Kemudian,  pada perekembangan  berikutnya  penggambaran  garis  mulai  beragam  dengan  arah  yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar.
Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.

2.      Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period) 4-7 tahun
Ciri-ciri  yang  menarik  lainnya  pada  tahap  ini  yaitu  telah  menggunakan bentuk-bentuk  dasar  geometris  untuk  memberi  kesan  objek  dari  dunia  sekitarnya. Koordinasi  tangan  lebih  berkembang.  Aspek  warna  belum  ada  hubungan  tertentu dengan  objek,  orang  bisa  saja  berwarna  biru,  merah,  coklat  atau  warna  lain  yang disenanginya. Penempatan  dan  ukuran  objek  bersifat  subjektif,  didasarkan  kepada kepentingannya. Ini  dinamakan  dengan  “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.

3.      Masa Bagan (Schematic Period) 7-9 tahun
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Kenyataan di atas diperkuat oleh pandangan Max Verworm (Zulkifli, 2002: 45) bahwa anak menggambar benda-benda menurut apa yang dilihatnya. Hasil karya anak-anak itu disebutnya gambar fisioplastik. Anak yang belum berumur 8 tahun belum mampu menggambar apa yang dilihatnya tetapi mereka menggambar maenurut apa yang sedang dipikirkannya. Hasil karya mereka itu disebut gambar ideoplastik.

4.       Masa Realisme Awal  (Dawning Realism)  : 9-12 tahun
Pada masa ini juga, kadang-kadang dalam satu bidang gambar dilukiskan berbagai peristiwa yang berlainan waktu. Hal ini dalam tinjauan budaya dinamakan continous narrative, anak sudah bisa memahami ruang dan waktu. Objek gambar yang dilukiskan banyak dan berulang menggambarkan sedang dilakukan.

5.      Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Pada periode Realisme Awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan. Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah mulai disadari. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga. Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya.

6.      Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan

Sumber :
http://teorisenigambar.blogspot.co.id/2008/10/pendahuluan_12.html. diakes tanggal 1 Oktober 2015, pukul 21:53).
Bandi Subandi.  Mengenal Periodisasi Perkembangan Seni Rupa Anak-Anak. (Online). (http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/197206131999031-BANDI_SOBANDI/MENGENAL_PERKEMBANGAN_SENI_RUPA_ANAK-ANAK_(Materi).pdf diakses tanggal 1 Oktober 2015, pukul 19:22)
.2014. Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar. (online). (http://sitirohmaniyah-nia.blogspot.co.id/2014/05/perkembangan-seni-rupa-anak-sekolah.html. diakes tanggal 1 Oktober 2015, pukul 20:43).