IQ (Intelligence
Quotients), SQ (Spiritual Quotients) dan SQ
(Spiritual Quotients)
By : Fitri Ayu Nurjannatin
Pengembangan Peserta Didik ( Tugas 14)
Istilah intelegensi ini sudah menjadi bahasa umum bagi
masyarakat, hanya saja sebagian masyarakat menamakannya kecerdasan, kecerdikan,
kepandaian, ketrampilan dan istilah lainnya yang pada prinsipnya bermakna sama.
Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu: a. Arti luas:
kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan.
Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti
pergaulan, sosial, tekhnis, perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar di
sekolah. b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di
dalamnya berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini,
kerap disebut “kemampuan intelektual” atau ”kemampuan akademik”.
. 1. IQ (Intelligence Quotients)
Istilah IQ diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1912 oleh
seorang ahli psikologi berkebangsaan Jerman bernama William Stern (Gould 1981).
Kemudian ketika Lewis Madison Terman, seorang ahli psikologi berkebangsaan
Amerika di Universitas Stanford, menerbitkan revisi tes Binet di tahun 1916,
istilah IQ mulai digunakan secara resmi.10 Desmita dalam buku Psikologi
Perkembangan menjelaskan bahwa IQ adalah kemampuan berfikir secara abstrak,
memecahkan masalah dengan menggunakan simbol-simbol verbal dan kemampuan untuk
belajar dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup
sehari-hari.
IQ Ialah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk
menalar, perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, pemahaman
gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ adalah
kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tak dapat berubah adalah salah, karena
penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ dapat meningkat dari proses
belajar.
Kecerdasan ini pun tidaklah
baku untuk satu hal saja, tetapi untuk banyak hal, contohnya ; seseorang dengan
kemampuan mahir dalam bermusik, dan yang lainnya dalam hal olahraga. Jadi
kecerdasan ini dari tiap - tiap orang tidaklah sama, tetapi berbeda satu sama
lainnya.
Tes intelegensi yang diberikan di sekolah terbagi atas dua
kelompok yaitu tes intelegensi umum (General Ability test) dan tes intelegensi
khusus (Spesific Ability Test / Spesific Aptitude Test). Di dalam tes
intelegensi umum disajikan soal-soal berpikir di bidang penggunaan bahasa,
manipulasi bilangan dan pengamatan ruang. Sedangkan di dalam tes intelegensi
khusus menyajikan soal-soal yang terarah untuk menyelidiki apakah siswa
mempunyai bakat khusus di suatu bidang tertentu, misalnya di bidang matematika,
di bidang bahasa, di bidang ketajaman pengamatan dan lain sebagainya.
2. EQ (Emotional
Quotients)
Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ)
adalah kemampuan seseorang
untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan
orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu
pada perasaan terhadap informasiakan
suatu hubungan. Sedangkan,
kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang
valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ)
belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada
kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusiterhadap
kesuksesan seseorang.
Menurut Howard Gardner (1983)
terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional
seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki
kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan
orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan pengendalian
diri sendiri,semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan
dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana
hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk
membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara
hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta
untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.
3. SQ (Spiritual
Quotients)
Kecerdasan spiritual (bahasa Inggris: spiritual quotient, disingkat SQ)
adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya
secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
SQ merupakan fasilitas yang
membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan
berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan
dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk
penerapan nilai dan makna.
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan
baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan,
memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan
rasa sakit,
mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan,
mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi,
mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri,
serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.
Perlu dipahami bahwa SQ tidak mesti
berhubungan dengan agama, Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang
dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak
bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi
menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita
kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna
yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh
ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu
memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan
Tuhan yang sangat dicintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar